Loji gandrung – Masih tentang kota Solo yang super keren, ya!
Memang, jika berbicara mengenai kota Solo nggak bakal ada habisnya. Selalu saja menarik saat mengeja sejarah demi sejarah tempo dulu. Tidak hanya dikenal sebagai kota keraton yang masih kental dengan kerajaan. Kota Solo juga terkenal dengan tata kota dan arsitektur bangunan kunonya.
Selain itu, destinasi sarat budaya di setiap sudut tempat menjadikan kota ini diminati oleh pelancong dalam dan luar negeri. Mulai dari tempat bersejarah, taman, kuliner, hingga kebudayaannya begitu menarik untuk dikunjungi.
Seperti contoh, Jembatan Keris digadang-gadang menjadi salah satu ikonik baru Kota Solo karena bentuknya yang unik dan instagramable sebagai latar swafoto. Namun, tahukah Anda bahwa ada satu tempat yang begitu ikonik di Solo, karena mencitrakan perpaduan arsitektur budaya Belanda dan Jawa.
Loji Gandrung, merupakan bangunan bergaya kolonial yang tetap kental dengan ornamen Jawa di dalamnya. Loji Gandrung dibangun pada tahun 1830 oleh C.P. Wolff Schoemaker, seorang guru besar arsitek Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung) untuk tuan tanah Belanda yang kaya.
Bangunan ini memiliki sejarah panjang dari awal pembangunan hingga sekarang bertahan di zaman milenial. Jika Anda tertarik untuk mengunjungi bangunan tersebut, berikut ini adalah beberapa fakta unik dari bangunan Logi Gandrung yang terkenal di Solo tersebut.
Sejarah dan Cikal Bakal Nama Loji Gandrung
Pada awalnya bangunan Loji Gandrung adalah rumah milik Johannes Augustinus Dezentje. Ia adalah seorang Belanda yang menjadi tuan tanah di wilayah Surakarta dan Boyolali, serta seorang pengusaha yang pertama kali membuka lahan perkebunan kopi dan the di Solo. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan Tinus Dezentje.
Tinus Dezenjte merupakan seorang pengusaha perkebunan kaya yang seringkali mengadakan pesta di rumahnya. Terlebih lagi, karena ia menikahi salah satu puteri keraton Kasunanan Surakarta, Raden Ayu Tjondrokoesoemo. Kerap kali ia mengundang orang-orang Jawa dan Belanda untuk berdansa setiap malam di rumahnya. Kebiasaan mengadakan pesta meriah disebut sebagai gandrungan oleh masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di sekitar rumah Tinus Dezenjte.
Dalam bahasa Jawa, gandrungan berarti seseorang yang sedang mabuk kasmaran, tergila-gila dan jatuh cinta. Sedangkan logi berasal dari pelafalan lidah orang Jawa yang tidak fasih mengucapkan bahasa Belanda lodge, yang artinya bangunan atau rumah besar yang indah, mewah, dan berdinding tembok.
Selama bertahun-tahun Loji Gandrung kemudian dihuni oleh anak cucu Tinus dari istri pertama yang bernama Johanna Dorothea Boode. Hingga pada masa penjajahan Jepang atas Indonesia, bangunan ini diambil alih dan dijadikan markas bagi pimpinan pasukan tentara Jepang yang bertanggungjawab atas daerah Surakarta.
Menjadi Saksi Sejarah Dari Masa ke Masa
Setelah diambil alih oleh Jepang, Loji Gandrung digunakan sebagai markas tentara Jepang. Pada zaman kemerdekaan, tempat ini kembali digunakan sebagai markas Brigadir V pimpinan Slamet Riyadi dan Gatot Subroto. Pada saat itu mereka yang melakukan pertemuan di Loji Gandrung untuk menyusun taktik perang menghadapi Belanda yang datang untuk kembali menjajah Indonesia.
Pada tahun 1946, di Loji Gandrung juga terjadi peristiwa penting saat Jenderal Sudirman diminta menghadap Presiden Soekarno atas perintah Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin. Jendral Soedirman dianggap melakukan kudeta pada presiden, namun dibantah dan dibela oleh pernyataan Mohammad Hatta.
Kereta Api Uap di Depan Loji Gandrung
Di depan Loji Gandrung terdapat rel kereta api uap yang digunakan untuk transportasi pelancong untuk berkeliling di sekitar kota Solo. Sepur Khlutuk Jaladara adalah nama kereta api yang telah beroperasi sejak masa penjajahan Belanda, hingga kini difungsikan sebagai tranportasi wisata yang kerap kali melintas di depan Loji Gandrung. Daya tarik dari kereta api uap tersebut ialah badan kereta yang terbuat dari bahan kayu jati ini melaju dengan kecepatan 30 km/jam, dapat beroperasikan untuk kepentingan pariwisata di sekitar wilayah kota Solo dan menampung sekitar 80 orang penumpang.
Renovasi di Sekitar Loji Gandrung
sejak menjadi destinasi wisata cagar budaya, telah terjadi beberapa perubahan pada halaman sekitar Loji Gandrung.
Pertama, taman di depan bangunan diubah menjadi kolam besar yang mengelilingi monumen Gatot Subroto. Kedua, pagar pembatas halaman dan lintasan pejalan kaki telah ditiadakan agar memudahkan pelancong untuk mengakses Loji Grandrung, selain itu juga agar cagar budaya itu tidak terkesan tertutup di tengah bangunan modern di sekelilingnya. Ketiga, pengadaan lampu-lampu sepanjang halaman bangunan, karena Loji gandrung dibuka untuk umum selama 24 jam. Pemerintah setempat berharap agar bangunan ini tidak hanya menjadi destinasi wisata, namun juga tempat berkumpul dan berdiksusi masyarakat.
Rumah Adat Joglo Menghiasi Loji Gandrung
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa Loji Gandrung merupakan perpaduan arsitektur Belanda dan Jawa. Pada bagian belakang gedung dibangun dua buah rumah adat joglo. Pada bangunan joglo sebelah kiri yang disebut Joglo Loji Gandrung digunakan sebagai tempat pertemuan, musyawarah dan diskusi, sedangkan pada di sebelah kanan, terdapat Joglo Panggung Gamelan Loji Gandrung yang digunakan untuk tempat bermain musik, karena terdapat aneka gamelan di rumah adat tersebut.
Arca Pewayangan yang Instagramable
Keunikan lain yang tidak akan Anda temukan di tempat wisata lain berupa arca pewayangan yang berdiri di sekitar gedung. Terdapat arca pewayangan yang berdiri di samping kiri dan belakang bangunan Loji Gandrung. Arca Werkuduro berdiri di sebelah kiri bangunan, sedangkan arca Gupolo yang berupa sepasang raksasa membawa gada berada di belakang bangunan. Lalu ada arca sepasang kekasih di belakang kompleks bangunan.
Loji Gandrung yang Kini Berganti Nama
Seiring waktu, bangunan Loji Gandrung yang awalnya menjadi markas dialihfungsikan menjadi rumah dinas Walikota Surakarta sejak masa pemerintahan Indonesia.
Kini bangunan tersebut telah dibuka untuk umum dan berubah namanya menjadi Rumah Bung Karno. Hal ini didasari oleh fakta sejarah yang mengungkapkan bahwa presiden Soekarno seringkali menginap di Loji Gandrung bila berkunjung ke Surakarta dan sebagai bentuk penghormatan kepada beliau karena menjadikan Loji Gandrung sebagai tempat beristirahat dan memikirkan bagaimana cara merebut kemerdekaan Indonesia.
Loji Gandrung Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya Warisan Bangsa
Loji Gandrung yang sarat akan sejarah telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya oleh pemerintah, sebab terdapat patung Jenderal Gatot Subroto di bagian depan gedung, sebagai monumen kegigihan Gatot Subroto dalam memberantas PKI/Muso pada tahun 1948.
Salah satu cirri khas arsitektur bangunan ini ialah sepasang menara yang menggunakan gara Greco-roman serta pilar-pilar bercat hijau yang menjadi ciri khas bangunan arsiterkur Eropa. Tak lupa ragam hias menjadi paduan pada setiap ornamen dari bangunan di luar maupun dalam rumah. Raham hias tersebut umumnya berbentuk pola hewan, tanaman dan sulur jawa.
Walaupun telah mengalami renovasi beberapa kali namun keaslian dan otentik arsitektur dari bangunan Loji Gandrung tetap dipertahankan, serta menjadi salah satu bangunan dari zaman kolonial yang masih asli dan terawat hingga sekarang. Pemerintah daerah telah merencanakan agar bangunan bersejarah tersebut difungsikan sebagai museum kota.
Nah, Travelers tertarik berkunjung ke sini? Siapkan dana untuk kuliner Solo yang menggoyang lidah juga, ya.