Anda yang berada di kota Solo tentu tidak asing dengan Museum Radya Pustaka. Museum ini berada tidak jauh dari Taman Sriwedari, yang sama-sama terletak di Jalan Slamet Riyadi. Museum Radya Pustaka merupakan bangunan penting yang melakukan tempat pengarsipan bagi masyarakat Solo dan menjadi cikal bakal museum di Indonesia.
Sejarah Museum Radya Pustaka dari Masa Belanda hingga Sekarang.
Museum Radya Pustaka berdiri pada 18 Oktober 1890 dan diprakarsai oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV. Begitu lamanya museum tersebut telah berdiri sehingga tepat bila disebut sebagai museum tertua di Indonesia. Lokasi museum Radya Pustaka berada satu kompleks dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Bangunan museum ini sebelumnya adalah rumah tinggal orang Belanda bernama Johannes Busselaar. Seperti halnya bangunan besar lain yang berada di kota Solo, bangunan ini sebelumnya memiliki nama yaitu Loji Kadipolo.
Rumah Johannes Busselaar ini kemudian dibeli oleh Sri Susuhunan Pakubuwono X, kemudian diserahkan kepada Paheman Radya Pustaka bulan Januari 1913 untuk dijadikan museum.
Mengapa kemudian dinamakan Radya Pustaka? Dalam bahasa Jawa, radya berarti pemerintah, sementara pustaka berarti surat, maka radya pustaka berarti perpustakaan keraton. Awalnya museum ini digunakan sebagai tempat menyimpan surat-surat penting kerajaan. Namun seiring berjalannya waktu, berbagai benda penting yang berhubungan dengan kerajaan juga disimpan pada museum ini. Setelah bertahun-tahun, koleksi museum menjadi bertambah banyak. Radya Pustaka tak sekedar menjadi tempat mengarsipkan surat kerajaan, namun secara fungsinya berubah menjadi museum hingga sekarang.
Koleksi yang akan Dijumpai pada Tiap Ruangan Museum Radya Pustaka.
Bila Anda ingin berkunjung ke Museum Radya Pustaka, ada baiknya membaca ulasan berikut agar tidak bingung dan tersesat saat berada di dalam bangunan besar tersebut. Hal ini bisa saja terjadi, sebab ada banyak ruangan di dalam museum dengan masing-masing koleksinya.
Keaslian arsitektur bangunan yang awalanya adalah rumah tinggal tetap dipertahankan, sehingga tata letak tempat penyimpanan koleksi tidak sama dengan museum pada umumnya. Bagian dalam rumah yang diubah hanya kamar mandi dalam kamar yang dihilangkan agar ruang koleksi menjadi lebih luas dan artistik.
Sebelum memasuki bagian dalam museum, Anda akan menjumpai patung Rangga Warsita di bagian halaman depan. Rangga Warsita adalah seorang pujangga keraton yang terkenal pada abad 19 yang hidup di Surakarta. Patung pujangga ini diresmikan oleh presiden Soekarno pada tahun 1953. Sedangkan pada bagian serambi Museum Radya Pustaka terdapat meriam beroda, yang merupakan koleksi penting dari masa VOC abad ke 17-18. Terdapat pula meriam-meriam kecil milik Keraton Kartasura di sepanjang serambi museum.
Ruangan pertama yang dijumpai saat memasuki museum adalah ruang wayang. Terdapat berbagai jenis wayang dari dalam dan luar negeri, seperti wayang sukat, wayang beber, wayang madya, wayang klithik, wayang purwa, dan wayang gadog, serta wayang nang dari negara Thailand. Di ruangan ini, pengunjung akan mendapat deskripsi asal daerah, cara pembuatan dan cara memainkan beragam jenis wayang tersebut.
Selanjutnya, Anda akan menjumpai ruangan yang disebut Tosan Aji atau ruang logam berharga. Koleksi yang dipamerkan meliputi jenis senjata pusaka tradisional yang terbuat dari logam seperti keris kuno, arca kuno pewayangan, dan miniatur rumah joglo.
Di antara ruang kedua dan ketiga, terdapat sebuah orgel atau kotak musik lawas dan sebuah piala porsen. Disebutkan bahwa kedua benda tersebut adalah hadiah ulang tahun dari Napoleon Bonaparte kepada Paku Buwana IV pada tahun 1811.
Memasuki ruang ketiga atau Ruang Keramik, tersimpan berbagai koleksi keramik masa peninggalan Belanda, mulai dari perabotan rumah tangga, alat makan, hingga hiasan. Anda akan menemukan salah satu dinding ruang keramik yang khusus memajang aneka piring sewon. Dijelaskan bahwa piring sewon adalah piring yang khusus untuk memperingati 1.000 hari wafatnya anggota kerajaan.
Ruang keempat yang akan Anda jumpai adalah perpustakaan. Mayoritas koleksi perpustakaan di Museum Radya Pustaka merupakan buku-buku berbahasa Belanda dan Jawa, namun Anda akan tetap menemukan sebagian kecil koleksi buku berbahasa Indonesia. Penata buku dilakukan dengan rapi, sistematis, dan cukup terawat. Hal ini dikarenakan buku-buku tersebut berumur puluhan tahun, sehingga mulai rapuh kertasnya. Pengunjung diharapkan untuk berhati-hati saat membuka koleksi buku. Semua buku yang ada di ruangan perpustakaan tidak dapat dipinjamkan untuk dibawa pulang, dan hanya boleh dibaca di tempat.
Seperti halnya pada ruangan sebelumnya terdapat bagian kosong antara ruang empat dan ruang lima, di mana terdapat patung Johannes Albertus Wilkens tepat di depan ruang empat. Johammes Albertus Wilkens adalah ahli bahasa yang pernah membuat kamus Jawa-Belanda. Namun, kamus tersebut tidak menjadi koleksi di museum Radya Pustaka.
Ruang kelima atau Ruang Perunggu ialah ruang yang menyimpan berbagai koleksi yang dibuat dari bahan dasar perunggu, seperti patung dan alat musik gamelan.
Namun, gamelan agung milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV tidak terdapat di ruang lima, melainkan tersimpan khusus di ruang keenam yang merupakan ruang etno dan bagian museum yang paling luas. Di ruang etno, terdapat pula alat tenun tradisional dan gamelan genderan. Gamelan ini merupakan satu set gamelan yang dirangkai menjadi seperti meja dan dapat dimainkan oleh satu orang. Gamelan genderan merupakan koleksi museum yang didapat dari sumbangan satu di antara anggota keluarga keraton.
Ruang Rojomolo atau ruang ketujuh akan Anda temukan setelah melewati ruang etno. Dinamakan demikian, karena terdapat patung Rojomolo yang merupakan raksasa penguasa laut. Patung karya Pakubuwono V tersebut merupakan hiasan bagian depan perahu yang digunakan untuk menjemput permaisuri Pakubuwono IV.
Pada akhir atau bagian belakang museum, Anda akan menjumpai berbagai maket makam raja-raja Imogiri dan arca-arca.
Hilangnya Koleksi Asli Museum Radya Pustaka.
Pada tahun 2006, museum Radya Pustaka menjadi pemberitaan publik karena hilangnya sebagian koleksi museum. Disinyalir bahwa koleksi yang asli telah ditukar dengan barang tiruan. Setelah melalui pencarian oleh pihak kepolisian, ditemukan sebagian dari koleksi yang dinyatakan hilang. Sekarang, sebagian koleksi yang ada di museum Radya Pustaka merupakan barang replika, yang diberi tanda dengan deskripsi khusus.
Pada ruangan bagian barat terdapat patung kayu berbentuk kepala raksasa keramat, yang merupakan hasil karya Pakubuwono V. Pada bagian depan dan belakang patung terdapat prasasti yang ditulis menggunakan huruf Jawa kuno.
Gratis Tiket Masuk dan Pemandu Wisata saat Berkunjung ke Museum Radya Pustaka
Bila Anda ingin mengunjungi Museum Radya Pustaka, datanglah pada hari Selasa hingga Minggu. Adapun waktu operasional museum adalah pukul 08.30 WIB hingga 13.00 WIB. Salah satu hal yang menarik saat berkunjung ke Museum Radya Pustaka, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk alias gratis. Selain itu, sebagai bagian dari promosi daerah, pengunjung mendapatkan pemandu wisata sendiri secara cuma-cuma selama memasuki kompleks museum.